Senin, 22 Oktober 2012

Pergerakan Mahasiswa Nasional


Pendahuluan

Sebuah gerakan mahasiswa haruslah merupakan suatu aksi massa. Didahului oleh rapat umum yang dihadiri oleh ribuan mahasiswa; demonstrasi mahasiswa yang membawakan suara hati nurani rakyat; didukung oleh seluruh masyarakat mahasiswa dalam jiwa dan semangat persatuan dan kesatuan. Harus dikoordinir secara resmi, melalui saluran organisasi mahasiswa, sedapat mungkin yang mencerminkan mufakat bulat antara seluruh organisasi mahasiswa ekstra dan intrauniversitas. Bebas dari vestedinterest. Tidak mempunyai tujuan politik dan tidak ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan politik. Harus berdasarkan keadilan dan kebenaran, sesuai dan demi perjuangan Orde Baru. Berlandaskan semangat partnership ABRI-Rakyat. Di dalam rangka mempertahankan dan membina Pancasila, dan sama sekali bukanlah yang dapat menguntungkan gerilya politik komunis, atau New Left, atau berbau orde lama. Dan yang terakhir haruslah konstitusional (Marsilam Simanjuntak, dalam LP3ES , 1985: 166).

Apabila kutipan di atas diterima secara aklamasi, maka gerakan mahasiswa pasti akan tergambarkan penuh serba hangar-bingar, serba penuh gebyar, serta pasti ramai. Apa yang diungkapkan Marsilam Simanjuntak itu tidak sepenuhnya salah. Tentu saja dengan catatan, asal gerakan mahasiswa itu merupakan usaha atau kegiatan lapangan sosial (politik dan sebagainya), seperti pemakaian pada “Gerakan Kaum Buruh”atau “Gerakan Pemberantasan Buta Huruf”, dan sebagainya (Poerwodarminta, 1982: 316-317). Tak boleh dilupakan juga, upaya itu pasti terarah, terorganisir dan memiliki tujuan tertentu. Dengan demikian sebuah gerakan mahasiswa memang tidak harus penuh gebyar, tidak harus serba besar. Yang kecil pun boleh (jumlah anggotanya tidak banyak). Hal ini pun memang kemudian diakui sendiri oleh Marsilam Simanjuntak. Betapapun kecilnya-seperti yang telah dilakukan dalam gerakan -gerakan mahasiswaseperti MM (Mahasiswa Menggugat), KAK (Komite Anti Korupsi), Golput, dan lain-lain – tetapi karena ini dilakukan oleh mahasiswa, lapisan pemuda dan intelektual, maka ia akan selalu diperhitungkan penguasa. Tanpa harus dicari definisinya lebih dulu
(Marsilam Simanjuntak, dalam LP3ES, 1975: 173).

Gerakan mahasiswa bisa terjadi di dalam kampus atau bisa di luar kampus. Hanya saja memang tidak perlu semua mahasiswa terlibat. Pada umumnya, para aktivis mahasiswalah yang bergerak. Aktifis di sini diartikan sebagai pemuda (mahasiswa) yang selain studi juga giat di dalam kelompok-kelompok diskusi, Lembaga Swadaya Masyarakat serta organisasi-organisasi ekstra dan intra universitas serta kepemudaan (Prisma, Juni 1987: 4). Namun demikian telaah terhadap gerakan mahasiswa ini terlebih difokuskan kepada gerakan mahasiswa yang ada di luar kampus, yang pada umumnya bergerak dalam lapangan sosial dan politik. Mahasiswa di samping mempunyai tugas belajar, juga mengemban fungsi lain, sebagai unsur dari kehidupan masyarakat yang dinamik dan sedang menuju kehidupan modern, mahasiswa merupakan golongan masyarakat dengan hak dan kewajiban yang sama seperti golongan lainnya (Arbi Sanit, dalam Philip G.Altbach, 1988: IX-X).

Hakekat dari gerakan politik mahasiswa pada umumnya adalah perubahan. Ia tumbuh karena adanya dorongan untuk mengubah kondisi kehidupan yang ada untuk digantikan dengan situasi yang dianggap lebih memenuhi harapan (Philip G.Albatch, 1988: XIII). Di dalam artikel pengantarnya, Albatch menekankan dua fungsi gerakan mahasiswa sebagai proses perubahan, yaitu menumbuhkan perubahan sosial dan politik. Di dalam masyarakat industri, peranan sosialnya lebih menonjol, sedangkan di masyarakat yang sedang berkembang peranan politiknya lebih dominan.

Gerakan Mahasiswa

Bisa kita lihat dari peristiwa yang terjadi pada Mei 1998. Sebuah peristiwa yang tidak mungkin dapat dilupakan begitu saja. Peristiwa yang mengubah sejarah Indonesia. Gerakan yang diawali dengan krisis moneter yang terjadi pertengahan tahun 1997. Harga barang-barang melambung tinggi, semuanya harga barang kebutuhan pokok naik hingga tidak dapat dijangkau oleh masyarakat. Mahasiswa muali gerah dengan kepemimpinan Soeharto yang tiada akhirnya itu. Selama 32 tahun Soeharto memimpin negeri ini. Hal tersebut menuntut ratusan bahkan ribuan mahasiswa turun kejalan untuk mendesak Soeharto yang kala itu menjabat sebagai Presiden untuk turun dari jabatannya. Mereka berjuang membawa aspirasi rakyat, tidak hanya karena kepentingan sendiri. Mereka melakukannya bagi rakyat Indonesia. Mereka mendapat dukungan yang luar biasa dari masyarakat. Sungguh momen yang sangat menggetarkan hati.

Simbol Rumah Rakyat yaitu Gedung DPR/MPR menjadi tujuan utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia, seluruh komponen mahasiswa dengan berbagai atribut almamater dan kelompok semuanya tumpah ruah di Gedung Dewan ini, tercatat FKSMJ (Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta), FORBES (Forum Bersama), KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) dan FORKOT (Forum Kota). Sungguh aneh dan luar biasa, elemen mahasiswa yang berbeda paham dan aliran dapat bersatu dengan satu tujuan, turunkan Soeharto.

Soeharto akhirnya menyatakan mengundurkan diri dari jabatan Presiden RI secara tidak terduga pada tangal 21 Mei 1998 dan kemudian menyerahkan jabatan Presiden RI kepada Wakil Presiden B.J Habibie. Tindakan itu dilakukannya setelah mendapat tekanan berat dari kalangan perguruan tinggi dan masyarakat menyusul krisis ekonomi dan moneter dan didahului oleh musim kemarau berkepanjangan akibat “El Nino”. Sejak waktu itulah, Indonesia memasuki masa yang dikenal dengan “Era Reformasi” yang sekali lagi membukakan pintu bagi berlangsungnya proses demokratisasi.

Organisasi yang berperan

Banyak sekali organisasi-organisasi yang berperan dalam gelombang aksi reformasi tahun 1998 dan setelahnya. Mulai dari organisasi yang ada di Aceh, Medan, Sumatra Barat, Bandung, Jakarta, Tangerang, Bogor, Yogyakarta, Solo, Bali, Purwokerto, Surabaya, Malang dan Makassar.

Di Yogyakarta sendiri organisasi yang  terlibat adalah SMKR (Solidaitas Mahasiswa untuk Kedaulatan Rakyat), KPRP (Komite Perjuangan Rakyat untuk Perubahan), FKMY (Forum Komunikasi Mahasiswa Yogyakarta), PPY (Persatuan Perjuangan Pemuda Yogyakarta), FAMPERA (Front Aksi Mahasiswa Peduli Rakyat), LMMY (Liga Mahasiswa Muslim Yogyakarta), SPPR (Solidaritas Pemuda untuk Perjuangan Rakyat), KeMPeD (Keluarga Mahasiswa Pecinta Demokrasi), AMUKRA (Aliansi Mahasiswa untuk Kedaulatan Rakyat – UPN “Veteran”) dan dari UGM sendiri ada DEMA (Dewan Mahasiswa UGM).

Aktivis

Gerakan rakyat tahun 1998 tak akan berhasil menggulingkan Suharto tanpa peran mahasiswa dan aktivis. Empat mahasiswa Elang Mulya Lesmana, Hafidhin Royan, Hery Hertanto, dan Hendriawan Sie, gugur pada Tragedi 12 Mei 1998.

Dari Yogykarta sendiri yang menjadi korban adalah Andi Arief. Pada tahun 1998 dia menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fisip UGM 1993-1998, juga menjadi Ketua Umum Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi Cabang Yogyakarta tahun 1996. Aktivitasnya ini menyebabkan dia diculik oleh Komando Pasukan Khusus yang dipimpin Prabowo Subianto. Namun sekarang dia menjadi Staf khusus presiden bidang bantuan sosial dan bencana.

Tanpa mereka (mahasiswa) yang tergerak hatinya untuk merubah nasib Indonesia, kita tidak akan menjadi seperti sekarang ini.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar