Menurut UU no. 40 tahun 2004 pasal
1 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah
suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan
penyelenggaraan jaminan sosial. SJSN bertujuan untuk memberikan jaminan,
khususnya jaminan kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Menargetkan seluruh
masyarakat memiliki jaminan sosial seperti asuransi kesehatan terutama bagi
warga miskin. Saat ini SJSN masih dalam
tahap perkembangan dan direncanakan akan mulai dilaksanakan pada januari 2014
mendatang.
Setiap orang berhak atas jaminan
sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan
meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang
sejahtera, adil dan makmur. Kalimat barusan adalah alasan dibentuknya
undang-undang tentang SJSN. Undang-undang ini diperlukan untuk mengatur siapa
saja yang berhak mendapatkan jaminan kesehatan, pembayaran iuran, badan yang
menyelenggarakan jaminan sosial, dan lain sebagainya.
Isu ini sangatlah penting karena
menyangkut kesejahteraan bangsa Indonesia. Bukan rahasia umum lagi bahwa banyak
kasus warga miskin yang ASKES nya ditolak oleh rumah sakit, diharuskan membayar
sejumlah biaya pengobatan walaupun sudah menggunakan ASKES, keengganan pihak
rumah sakit untuk menerima pasien yang menggunakan ASKES ataupun ketiadaan
biaya berobat sehingga banyak warga yang meninggal. Contoh kasus Muhammad Ibnu
Muzakki di RS Dharmais yang meninggal karena dipulangkan oleh pihak rumah sakit
karena tidak mendapat perawatan medis memadai yang seharusnya mendapat bantuan
biaya kesehatan dari pemerintah. Sungguh miris jika mendengan berita seperti
itu. Tidak seharusnya mereka diperlakukan sebelah mata. Jutaan pekerja swasta telah kehilangan peluang mendapatkan pensiun
bulanan dan bahkan ribuan meninggal karena ketiadaan jaminan kesehatan akibat
tertundanya Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Mana kala SJSN sudah
diimplementasikan, maka dengan sendirinya Indonesia memperkuat social protection
system bagi masyarakat yang rentan terkena krisis jika terjadi krisis global. Agar
tidak memberatkan mereka ketika terjadi krisis. Dan masyarakat pun akan sangat
terbantu dengan adanya SJSN, mereka tidak perlu lagi khawatir jika sakit
bagaimana harus membayar biaya
pengobatan, karena biaya pengobatan tersebut sudah ditanggung oleh Negara.
Untuk melaksanakan SJSN,
diperlukan sebuah badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan Sistem Jaminan
Sosial Nasional dan badan yang dapat membuat SJSN menjadi kenyataan. Badan tersebut
adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dengan adanya BPJS, rakyat yang
belum mendapatkan jaminan sosial akan mendapatkannya. Biaya ditanggung oleh negara
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). BPJS merupakan usaha
pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta sebagai usaha
untuk memenuhi amanat yang terkandung dalam undang-undang 1945.
Namun kendala yang harus dihadapi
untuk merealisasikan Sistem Jaminan Sosial Nasional tidaklah sedikit dan tentunya
juga tidak mudah diatasi. Pertama, kendala dalam persiapan dan proses
transformasi BUMN menjadi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). Karena perjalanan
transformasi jaminan sosial di Indonesia sudah berlangsung cukup lama., karena
SJSN diusulkan pada saat pemerintahan Megawati, namun sampai saat ini belum ada
perkembangan yang berarti dalam implementasi transformasi penyelenggaraan
jaminan sosial di Indonesia. Memang dalam transformasi pelaksanaan SJSN ini
tidaklah mudah, karena banyak hal yang harus dipersiapkan seperti penentuan
penduduk miskin, batasan biaya yang ditanggung, transformasi BUMN menjadi BPJS
(Badan Penyelenggara Jaminan Sosial), kualitas layanan kesehatan yang diterima
dan pendekatan formalitas serta badan hukum yang digunakan sistem jaminan
kesehatan. Kedua, sistem jaminan sosial ini mengangkat sitem dokter keluarga
yang berarti satu dokter mengawasi 2.500 penduduk., dan jika penyebaran dokter
tidak merata disetiap daerah, masyarakat nantinya akan kesulitan untuk
mendapatkan pengobatan walaupun nantinya SJSN sudah diberlakukan. Apa gunanya
biaya pengobatan ditanggung, namun tidak ada dokter yang mengobati. Sampai
sekarang banyak dokter yang lebih memilih untuk bekerja di kota dibandingkan
bekerja didaerah terpencil karena gajinya
yang lebih besar. Ketiga, kualitas pelayanan dasar yang kurang memadai seperti
pelayanan di puskemas. Jika fasilitas dan pelayanan di puskesmas sudah bagus,
masyarakat tidak perlu dirujuk ke rumah sakit karena puskesmas sudah dapat
menanganinya sehingga membuat pelayanan menjadi lebih murah dan efisien. Keempat
mengenai mekanisme penanggungan jaminan sosial yang belum jelas, apalagi yang
terkait dengan asuransi kesehatan yang membutuhkan pembayaran premi. Apakah
semua biaya pengobatan ditanggung ataukah hanya sebagian saja? Asuransi yang
sekarang ada saja tidak menanggung semua jenis obat dan penyakit.
Sebagai rakyat Indonesia, kita
harus mendukung terlaksananya SJSN ini, karena Sistem Jaminan Sosial Nasional
juga kita perlukan. Apapun kendala yang dihadapi dalam proses perealisasikan
SJSN, kita harus yakin pemerintah dapat menyelesaikannya dengan baik tanpa
merugikan pihak manapun. Sebagai mahasiswa kita dapat terlibat dalam isu ini,
yaitu membantu pemerintah dalam merancang UU BPJS dengan cara membuat draft
rancangan UU BPJS yang dapat diusulkan kepada negara.
Setiap kebijakan pasti ada dampak
negatif dan dampak positifnya. Dampak positif sudah diuraikan diatas tentang
masyarakat yang mendapatkan jamianan kesehatan dan ditanggung oleh negara. Masyarakat
yang mendapatkan dampak positifnya, namun dampak negatifnya dirasakan oleh
dunia farmasi, dari perusahaan farmasi maupun farmasi klinik. Konsekuensi penerapan
jaminan kesehatan berbasis asuransi adalah akan terjadi pengendalian ketat
terhadap terapi termasuk terapi farmasi, karena prinsip sistem manager care
atau pelayanan terkendali yang lazim digunakan dalam asuransi kesehatan. Prinsip
sistem tersebut adalah pengintegrasian antara kualitas pelayanan kesehatan
dengan biaya yang dikeluarkan untuk pelayanan kesehatan tersebut. Sistem ini
akan memberikan uang yang besar bagi penyedia yang mampu memberikan pelayanan secara
efektif. Banyak industri farmasi yang terguncang karena mereka harus bersaing
pada kualitas produk dan harga, karena biasanya mereka mengandalkan pemasukan
dari melakukan persaingan yang tidak sehat seperti memberikan komisi kepada
dokter yang menulis resep menggunakan produk mereka.
Dengan adanya SJSN, masyarakat
lebih banyak mencari obat generik dikarenakan obat generik harganya lebih murah
namun kualitas obatnya sama dengan obat berlabel. Sesungguhnya obat generik
memang obat yang dibuat berdasarkan racikan obat berlabel yang masa patennya
sudah habis. Hal ini adalah malapetaka bagi apotek, dengan lebih banyaknya masyarakat
yang membeli obat generik dibandingkan obat berlabel, untuk mendapatkan
keuntungan yang besar diperlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan
menjual banyak obat berlabel.
Diharapkan semua pihak, dari
bidang kedokteran, kefarmasian, pemerintah maupun masyarakat sudah siap saat
Sistem Jaminan Sosial Nasional berjalan tahun 2014 mendatang, sehingga sistem
ini dapat berjalan dengan lancar dan dapat memajukan negara Indonesia.